TANI.TV – Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo mengatakan, kebijakan reformasi pajak perlu lebih diprioritaskan daripada amnesti pajak (tax amnesty) jilid II.
“Tax amnesty bukan jawaban yang tepat atas shortfall pajak. Pemerintah harus terus didukung untuk fokus pada reformasi perpajakan,” kata Andreas dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (23/5/21).
Menurut dia, reformasi perpajakan yang perlu dilakukan pemerintah adalah dengan menyempurnakan regulasi, memperbaiki administrasi, meningkatkan pelayanan, dan konsisten dalam melaksanakan pengawasan kepatuhan.
Selain itu, ia juga mengingatkan pentingnya memenuhi kebutuhan akan sistem perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel sehingga menghasilkan penerimaan yang optimal dan berkelanjutan.
“Tax amnesty hanya diberikan satu kali dalam satu generasi. Pelaksanaan tax amnesty jilid II akan meruntuhkan kewibawaan otoritas, yang pada gilirannya dapat berdampak negatif pada trust masyarakat wajib pajak,” kata Andreas.
Rasa keadilan peserta tax amnesty, Menurutnya, nepara wajib pajak yang patuh, serta wajib pajak yang sudah diaudit, tentu akan tercederai,” imbuhnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel meminta rencana pemerintah untuk memberikan amnesti pajak yang kedua ini harus jelas tujuan dan target sasarannya.
“Jangan sampai cuma memutihkan dana di luar negeri tapi gagal melakukan repatriasi. Harus ada kombinasi keduanya,” kata Rachmat dalam keterangannya.
Pemberian amnesti ini juga harus diberikan kepada pelaku ekonomi kecil sehingga tidak hanya fokus pada pengusaha ekonomi besar.
Menurutnya, pemberian amnesti pajak jilid pertama pada beberapa waktu lalu belum mampu menjaring uang milik pengusaha yang disimpan di luar negeri untuk bisa kembali ke Tanah Air.
Ia menjelaskan pemberian tax amnesty kepada pelaku ekonomi kecil dapat diberikan sebagai bentuk dukungan dan kepedulian pemerintah sebab program seperti KUR banyak mengalami hambatan.
Hambatan tersebut lantaran petani, pedagang kecil, peternak, dan nelayan terkena OJK checking atau yang dikenal sebagai BI checking.
Hal itu menyebabkan pelaku ekonomi kecil ini gagal mendapatkan kredit untuk mengembangkan usahanya di bidang pertanian, peternakan, perdagangan, dan beragam usaha mikro, kecil, dan menengah lainnya. (ud/ed).