Di tengah geliat dunia agribisnis yang semakin dinamis, sosok muda inspiratif hadir membawa angin segar dengan inovasi dan semangatnya. Muhammad Labib Langlang Buana, pemuda milenial dari Sukabumi, membuktikan bahwa teknologi dan kerja keras bisa bersinergi untuk mengembangkan bisnis budidaya ikan nila secara modern dan berkelanjutan. Kisah perjalanan dan pengalamannya menjadi inspirasi bagi banyak generasi muda yang ingin terjun ke sektor pertanian dan perikanan.

Pada Rabu, 4 Mei 2025, dalam episode ke-161 webinar Intani, Mas Labib berbagi cerita dan ilmu mengenai usahanya yang telah berkembang pesat di Desa Cijalingan, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi. Sebagai pemilik Indonesia Marifarm, ia mengelola bisnis pembenihan dan pembesaran ikan nila dengan skala besar menggunakan teknologi terintegrasi, mengoperasikan 220 kolam terpal semibioplok di lahan seluas 14.000 meter persegi serta sekitar 100 kolam plasma. Dengan pendekatan yang sistematis dan inovatif, usahanya mampu menghasilkan omzet jutaan rupiah dalam setiap kali panen.

Webinar ini dibuka oleh Ketua Umum Intani, Guntur Subagia Mahardika, yang menyoroti pentingnya regenerasi petani dan peternak di Indonesia. Guntur memuji prestasi Mas Labib yang di usia 25 tahun sudah menjadi pelaku agribisnis sukses dan menginspirasi generasi muda. Ia juga mengingatkan bahwa sektor pertanian dan perikanan memiliki rantai pasok yang panjang, sehingga peluang usaha terbuka lebar dari hulu sampai hilir.

Mas Labib mulai serius mengembangkan usaha ini sekitar empat tahun lalu, meski risetnya telah dimulai sejak 2014. Dengan latar belakang IT, ia mampu mengaplikasikan teknologi Internet of Things (IoT) untuk mengelola kolam ikan secara efisien. Usaha yang awalnya berupa tugas tesis dan jurnal ini kemudian dijadikan bisnis serius, dengan fokus pada ikan nila yang memiliki peluang pasar besar, salah satunya karena seringnya ia mendapati stok ikan di pasar sering kosong saat ibunya memintanya membeli.

Perjalanan usaha ini tidak tanpa hambatan. Mas Labib pernah mengalami kerugian besar hingga Rp30 juta akibat benih ikan yang kurang berkualitas. Namun pengalaman ini justru mendorongnya membentuk tim riset dan melakukan pendekatan langsung ke pasar. Ia juga mencoba berbagai inovasi mulai dari riset kolam bulat sejak 2018 hingga membangun 40 kolam awal pada 2020 dengan pendanaan gotong royong dari keluarga dan teman.

Keseriusannya mendapat perhatian Dinas Perikanan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Setelah tiga kali proposalnya ditolak karena dianggap kurang matang, proposal keempatnya disetujui dan ia menerima bantuan pinjaman lunak sebesar Rp1,5 miliar pada 2021 untuk mengembangkan 40 kolam. Kini, jumlah kolam yang dikelolanya mencapai 220 kolam utama dan 100 kolam plasma dengan tenaga kerja sekitar 12 orang di kolam utama dan 50 orang di plasma.

Teknologi menjadi fondasi utama pengelolaan kolam milik Mas Labib. Setiap kolam berdiameter 4 meter dengan kapasitas 1.000–1.200 ekor ikan, menggunakan sensor pH, DO, amonia, dan TDS, serta dilengkapi aerasi 7–9 titik per kolam. Probiotik dipakai untuk mengurai amonia, musuh utama di kolam terpal. Desain kolam berbentuk corong di dasar memudahkan pengelolaan kualitas air dan pembuangan limbah. Mesin automatic feeder dan filler probiotik pun sedang dalam proses paten. Kolam dikelola dalam cluster 20–30 kolam agar panen bisa dilakukan rutin setiap bulan dengan bobot ikan nila saat panen sekitar 1–1,3 kg setelah tiga bulan. Panen dikemas dalam balon plastik berisi 7 kg air dan 5 kg ikan, sebagian besar dikirim malam hari ke Jakarta dengan pembayaran tunai saat pengambilan. Omzet bulanan mencapai 50–70 juta rupiah dengan grading ikan dilakukan harian untuk menjaga ukuran.

Mas Labib menegaskan keberhasilan usaha tidak hanya soal keuntungan, tapi juga dedikasi menjaga kelestarian alam. Ia percaya bahwa ikan yang sehat dan makan dengan baik akan menghasilkan keuntungan secara alami. Kini, usaha sudah mampu memenuhi kebutuhan keluarga, membayar pekerja, membina kelompok plasma, dan melunasi pinjaman. Ia juga siap berbagi ilmu bagi siapa saja yang ingin meniru model bisnisnya.

Budidaya ikan nila dan ikan emas memerlukan teknik khusus agar pertumbuhan optimal dan hasil maksimal. Pemberian pakan dihitung berdasarkan biomassa ikan sekitar 3% dari bobot total yang dibagi tiga kali sehari, dengan kualitas pakan yang disesuaikan usia, minimal 25% protein untuk usia 0–1 bulan dan menurun menjadi di atas 20% pada pembesaran. Pemilihan bibit dari indukan yang dikontrol kualitasnya penting untuk menjaga keturunan baik. Strain nila NFI direkomendasikan karena tahan penyakit dan cuaca ekstrim walaupun pertumbuhannya tidak secepat nila Bangkok.

Pengelolaan kualitas air pun krusial, dengan pH ideal sekitar 7 dan suhu minimal 26°C. Kolam terpal dipilih untuk pembesaran karena kemudahan pengisian dan pengontrolan kualitas air, sedangkan kolam tanah lebih cocok untuk pemijahan indukan. Penyakit seperti kutu kulit dan gangguan insang jadi tantangan utama yang dicegah dengan biosekuriti, probiotik, dan perawatan hati-hati agar ikan tidak stres. Saat penyakit menyerang, kolam harus dibersihkan total dan ikan dirawat di bak karantina dengan obat dan vitamin.

Untuk mengatasi mahalnya pakan, pakan alami seperti Azolla, Kaliandra, daun pepaya, dan daun talas bisa ditambahkan untuk menekan biaya. Namun, pakan buatan tetap harus diperhatikan kualitasnya sesuai kebutuhan usia ikan. Pemula disarankan melakukan analisa pasar dan fokus pada pemasaran produk seperti penjualan ikan segar atau olahan, serta memulai budidaya skala kecil dengan dua kolam bundar di pekarangan rumah yang bisa menghasilkan keuntungan dalam tiga bulan.

Kerja sama dengan pembeli besar, seperti katering, sebaiknya diatur dengan kontrak resmi di notaris agar aman dari risiko penipuan dan masalah pembayaran. Untuk program kerja sama penyediaan lahan dengan sistem bagi hasil, perlu pengelolaan biaya dan perjanjian yang jelas agar tidak merugikan pihak manapun, dimulai dari skala kecil untuk memantau risiko.

Bagi yang ingin mendalami budidaya ikan nila lebih lanjut, lokasi budidaya di Desa Cijalingan, Kecamatan Cicantayan, Sukabumi, terbuka sebagai pusat pembelajaran dan praktik. Muhammad Labib Langlang Buana membuktikan bahwa generasi muda bisa sukses di sektor perikanan dengan perpaduan teknologi, riset, dan kerja keras konsisten.

LEAVE A REPLY